Hits: 4
Chikita Putri Liani
Pijar, Medan. “Darurat Revisi UU ITE dan Peran Netizen Kawal Demokrasi”, itulah topik diskusi yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan bekerja sama dengan Yayasan TIFA dan Satu Dunia, Sabtu (12/12). Diskusi dimulai pukul 16.00 WIB dan bertempat di Omerta Koffie Jalan Wahid Hasyim. Diskusi dihadiri oleh para jurnalis, blogger, maupun perwakilan dari beberapa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang ada di Kota Medan. Diskusi yang berlangsung selama 2 jam ini fokus membahas masalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang seharusnya direvisi karena dianggap tumpang tindih dengan pasal-pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“UU ITE ini sangat punya karakter pasal karet, artinya UU ini mudah dimulti tafsirkan. Jadi, ada suatu kontroversi dalam UU ITE ini. Karena itu, masalah ini cocok untuk di diskusikan,” jelas Vinsensius selaku perwakilan AJI Medan, ketika ditanya alasan pemilihan topik diskusi. Menurutnya saat ini banyak pihak yang salah mengartikan pasal-pasal yang ada di UU ITE untuk menghukum warga.

Pada awal diskusi, Rusdi Marpaung selaku pembicara memaparkan beberapa kasus yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan UU ITE namun tetap mendapatkan hukuman sesuai dengan UU ITE. Ia juga berpendapat bahwa seharusnya UU ITE itu memang khusus hanya mengatur masalah transaksi elektronik saja, tidak perlu dikaitkan dengan hukum pidana. “Saat ini ada pembahasan di DPR mengenai UU Penyiaran dan ITE maka dari itu kita harus respon dalam hal ini dan diskusi ini tepat agar kita bisa saling sharing mengenai masalah UU ITE ini. Tentunya kita berharap agar Pemerintah dan DPR bisa segera memperbaiki UU ITE ini,” jelas Rusdi.
Baik Vinsen maupun Rusdi berharap dengan adanya diskusi ini, kita semua dapat ikut menyuarakan keresahan mengenai UU ITE ini sehingga dapat mendorong Pemerintah dan DPR untuk merevisi UU tersebut agar kita mendapatkan UU ITE yang benar-benar bisa mengakomodir kebebasan bersuara dan berekspresi. Selain Vinsen dan Rusdi, salah satu peserta diskusi yakni Tohap Simamora juga berharap hal yang serupa.
“Kalau bisa ya disebarluaskan kebanyak orang, kebanyak pihak, karena media elektronik ini tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Bagaimana jika kita tergelincir ketika menggunakannya? Nah, karena itu perlu pembelajaran dan sosialisasi agar hal itu tidak menjadi ancaman bagi kita. Jadi, intinya semoga ini bisa disebarluaskan lagi,” kata Tohap.

