Hits: 17

Hidayat Sikumbang

Pijar, Medan. Mudik adalah sebuah tradisi untuk kembali ke kampung halaman. Tradisi yang berlangsung di bulan ramadan atau beberapa hari menjelang hari raya ini adalah kegiatan wajib untuk merayakan hari bersama keluarga.

Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno seperti yang dilansir Kompas.com menuturkan bahwa tradisi mudik sudah berlangsung sejak zaman Mataram Islam.

”Mudik juga dilakukan oleh pejabat dari Mataram Islam yang berjaga di daerah kekuasaan. Terutama mereka balik menghadap Raja pada Idul Fitri,” katanya.

Mudik awalnya merupakan kosa kata Betawi yang artinya menuju ke selatan atau menuju hulu (udik). Antonim atau lawan kata dari mudik sendiri adalah milir, yakni menuju utara atau menuju hilir (muara). Hal ini terangkum jelas dalam sebuah lirik lagu “Selamat Lebaran” karya Ismail Marzuki. Kalau lebaran di Jakarta pada tahun 1950-an, naik trem sehari bisa milir mudik karena ‘prey’.

Patut diketahui bahwa mudik awalnya bukanlah istilah pulang kampung. Mudik hanyalah sebutan untuk berpergian baik itu jaraknya dekat maupun jauh. Namun, perlahan seiring berkembangnya waktu, masyarakat Betawi di Jakarta mulai terpinggirkan. Hingga pada akhirnya, kata dan kalimat-kalimat mulai diserap ke dalam KBBI.

Menjelang lebaran, beberapa bus juga menyediakan biaya tambahan. Istilah yang berasal dari Bahasa Belanda “toeslag” yang maknanya adalah pembayaran tambahan. Hal ini dikarenakan adanya lonjakan penumpang dan diatur oleh dinas perhubungan setempat mengenai persentase kenaikannya.

Selain pulau Jawa, Sumatera juga menjadi daerah yang cukup sibuk. Salah satunya Kota Medan. Hal ini sejalan dengan apa yang dituturkan oleh Rusli. Pria paruh baya yang sehari-harinya mencari nafkah di Kota Medan ini menjadikan mudik ke Bukittinggi sebagai agenda tahunan.

“Kebetulan mudik itu seperti sudah menjadi tradisi dalam keluarga. Memang seluruh keluarga, anak – istri itu di sini. Tetapi, adik dan sepupu-sepupu saya itu terpisah-pisah. Ada juga anggota keluarga yang di Malaysia dan menetap di sana. Jadi semuanya berkumpul di satu titik, yaitu di Bukittinggi,” tutur Rusli.

Redaktur Tulisan: Intan Sari

Leave a comment