Hits: 815

Intan Sari

Pijar, Medan. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, setelah Amerika Serikat, India, dan Tiongkok. Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia berbanding lurus dengan banyaknya jumlah sampah yang dihasilkan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Jenna Jambeck, seorang peneliti sampah dari Universitas Georgia, Indonesia menempati urutan kedua di dunia dalam memproduksi sampah plastik, dengan jumlah mencapai 187,2 juta ton per tahunnya.

Sampah memang menjadi masalah umum yang dihadapi hampir di seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Beberapa negara di dunia memiliki cara-cara unik nan kreatif untuk mengatasi permasalahan sampah di negaranya.

Beberapa di antaranya yaitu, Swedia yang mengubah sampah menjadi sumber energi panas dan bahan bakar, India mengubah sampah menjadi bahan dasar pembuatan aspal, Uganda membangun taman hiburan dengan memanfaatkan media sampah, begitu pula dengan Hongkong yang membangun taman lingkungan (Eco-park) di atas gunungan sampah setinggi 65 meter yang telah ditimbun dengan tanah. Tak hanya itu, Hongkong juga memanfaatkan sampah sebagai sumber energi yang berasal dari metana yang dihasilkan dari sampah yang membusuk.

Tak hanya itu, dalam skala global, masyarakat dunia tak terkecuali masyarakat Indonesia mengenal sebuah metode  yang digunakan untuk mengatasi permasalahan sampah yang menggunung, khususnya sampah plastik. Metode tersebut bernama Ecobrick.

Ecobrick adalah metode untuk meminimalisir sampah dengan media botol plastik yang diisi dengan limbah anorganik hingga benar-benar keras dan padat.

Metode ini sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun 2010 di Filipina, oleh Russell Maier dan Irene Bakisan, mereka mengembangkan panduan kurikulum praktik yang disederhanakan dan direkomendasikan untuk membantu sekolah-sekolah lokal mengintegrasikan batu bata ramah lingkungan ke dalam kurikulum mereka.

Penerapan ecobrick mengacu pada prinsip-prinsip ekologis nenek moyang dari Suku Igorot untuk membangun sawah, mereka mengintegrasikan prinsip buaian-ke-buaian ke dalam metodologi ecobrick: memastikan bahwa ecobrick dapat digunakan kembali pada akhir konstruksi tempat mereka digunakan.

Sebagai sebuah solusi yang mampu memberikan kehidupan baru bagi limbah plastik, ecobrick adalah cara lain untuk ‘membuang’ sampah-sampah plastik tersebut selain mengirimnya ke landfill (pembuangan akhir). Dengan ecobrick kita memiliki kesempatan untuk mengubah pengorbanan komunitas dan ekosistem dalam mencerna plastik. Kita dapat mengubah plastik menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat dan ekosistem setempat.

Salah satu kreasi dari eco brick yaitu sofa. (Sumber Foto: http://majalahsora.com/)
Salah satu kreasi dari eco brick yaitu sofa.
(Sumber Foto: http://majalahsora.com/)

Dengan ecobrick, sampah-sampah plastik ini akan tersimpan terjaga di dalam botol sehingga tidak perlu dibakar, menggunung, tertimbun dan lain-lain. Teknologi ecobrick memungkinkan kita untuk tidak menjadikan plastik di salah satu industrial recycle system, dengan begitu akan menjauhi biosfer dan menghemat energi.

Ecobrick menjaga bahan-bahan plastik tersebut melepaskan CO2 yang pada akhirnya akan menyumbang pemanasan global. Biasanya hasil-hasil pemanfaatan tersebut digunakan untuk membuat furnitur modular, perabotan indoor, ruang kebun, ruang hijau, dinding struktur, dan bangunan seperti sekolah dan rumah.

Fitra Dalimunthe, salah satu pegiat ecobrick  mengaku bahwa latar belakang ia memulai kegiatan ecobrick ini adalah kegelisahan dalam dirinya ketika ia melihat begitu banyak sampah plastik berserakan di sekitarnya, ia juga tahu bahwa sampah plastik sulit terurai, kemudian ia diperkenalkan dengan metode ecobrick melalui kegiatan di salah satu komunitas yang ia geluti.

Dari sanalah cikal bakal Fitra memulai kegiatan ecobrick ini, hingga saat ini ia merasa menikmati kegiatan tersebut sebagai bagian dari gaya hidupnya untuk turut berkontribusi pada lingkungan sekitarnya.

“Ya, senang. Dengan kegiatan ecobrick ini jadi merasa lebih bertanggungjawab aja gitu sama sampah yang dihasilkan, jadi tiap kali menghasilkan sampah, ada semacam perasaan ‘memiliki’ gitu. Dalam artian, ini saya sampah milik saya, maka saya pula yang bertanggung jawab membenahinya, dan karena kenal dengan metode ecobrick ini saya merasa lebih tenang gitu, bahwa sampah yang saya hasilkan tidak serta merta merusak lingkungan, karena dapat digunakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat,” ungkap Fitra.

Lalu, bagaimana cara pembuatan ecobrick? Pertama, siapkan alatnya. Alatnya yaitu, botol plastik, botol apa pun dapat digunakan untuk membuat Ecobrick, tetapi botol yang paling tepat untuk digunakan adalah yang berukuran 500 ml. Siapkan botol plastik, sampah non organik, gunting dan kayu untuk memadatkan.

Kemudian pilah dan bersihkan sampah plastik. Masukkan sampah plastik ke dalam botol, gunakan kayu untuk memadatkan sampah plastik, selanjutnya simpan botol ecobrick di tempat yang teduh, dan sampah hasil ecobrick dapat digunakan untuk keperluan yang Sobat Pijar butuhkan, atau bisa juga dijual ke beberapa bank sampah yang menerima ecobrick, dari sampah plastik bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah, Sob! Tapi tetap tujuan utamanya adalah untuk lingkungan dulu ya Sobat, hehe..

Semangat ya Sobat Pijar! Mari kita cintai lingkungan dimulai dengan hal-hal sederhana seperti ecobrick ini.

(Redaktur  Tulisan : Hidayat Sikumbang)

Leave a comment